Kearifan budaya Bugis merupakan energi
potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat Bugis untuk hidup
di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup yang beradab yaitu
hidup damai, hidup rukun, hidup penuh maaf dan saling pengertian, hidup
bermoral, hidup saling asih, asah, dan asuh. Hidup dengan orientasi
nilai-nilai yang membawa pada pencerahan,hidup dalam keragaman, hidup
harmoni dengan lingkungan, hidup untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
berdasarkan mozaik nalar kolektif sendiri. Kearifan seperti itu tumbuh
dari dalam lubuk hati masyarakat sendiri. Itulah bagian terdalam dari
kearifan kultur lokal.
Sastra Bugis klasik seperti Sure’
Galigo, Lontara’, Paseng Toriolota, Ungkapan, Elong/syair, serta Paupau
Rikadong adalah kearifan lokal Bugis yang memiliki kedudukan yang kuat
dalam kepustakaan Bugis dan masih sesuai dengan perkembangan zaman.
Ati Mapaccing atau bawaan hati yang
baik, dalam bahasa Bugis berarti Nia’ Madeceng (niat baik), nawa-nawa
madeceng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan dari kata Nia’ maja
(niat jahat), (niat atau pikiran bengkok). Dalam berbagai konteks, kata
bawaan hati, niat atau itikad baik juga berarti ikhlas, baik hati,
bersih hati atau angan-angan dan pikiran yang baik. Tindakan bawaan hati
yang baik dari seseorang dimulai dari suatu niat atau itikad baik (Nia’
Mapaccing), yaitu suatu niat yang baik dan ikhlas untuk melakukan
sesuatu demi tegaknya harkat dan martabat manusia. Ati Mapaccing
dianalogikan sebagai air murni yang jernih dan tidak berwarna.
Ati Mapaccing (Bawaan hati yang baik) mengandung tiga makna, yaitu :
1. MENYUCUKAN HATI, yaitu manusia menyucikan dan memurnikan hatinya dari segala nafsunafsu kotor, dengki, iri hati, dan kepalsuankepalsuan. Niat suci atau bawaan hati yang baik diasosiasikan dengan tameng (pagar) yang dapat menjaga manusia dari serangan sifat-sifat tercela. Ia bagai permata bercahaya yang dapat menerangi dan menjadi hiasan yang sangat berharga. Ia bagai air jernih yang belum tercemar oleh noda-noda atau polusi. Segala macam hal yang dapat menodai kesucian itu harus dihindarkan dari hati, sehingga baik perkataan maupun perbuatan dapat terkendali dengan baik.
1. MENYUCUKAN HATI, yaitu manusia menyucikan dan memurnikan hatinya dari segala nafsunafsu kotor, dengki, iri hati, dan kepalsuankepalsuan. Niat suci atau bawaan hati yang baik diasosiasikan dengan tameng (pagar) yang dapat menjaga manusia dari serangan sifat-sifat tercela. Ia bagai permata bercahaya yang dapat menerangi dan menjadi hiasan yang sangat berharga. Ia bagai air jernih yang belum tercemar oleh noda-noda atau polusi. Segala macam hal yang dapat menodai kesucian itu harus dihindarkan dari hati, sehingga baik perkataan maupun perbuatan dapat terkendali dengan baik.
2. BERMAKSUD LURUS,
yaitu manusia sanggup untuk mengejar apa yang memang direncanakannya,
tanpa dibelokkan ke kiri dan ke kanan. Lontara’ menyebutkan:
“Atutuiwi anngolona atimmu; aja’ muammenasayangngi ri jae padammu rupa tau; nasaba’ mattentui iko matti’ nareweki jana; apa’ riturungenngngi ritu gau’ madecen’ngnge riati maja’e nade’sa nariturungeng ati madecengnge ri gau’ maja’e. Naiya tau maja kaleng atie lettu’ rimunri jana.”
(Jagalah arah hatimu; jangan menghajatkan yang buruk kepada sesamamu manusia, sebab pasti engkau kelak akan menerima akibatnya, karena perbuatan baik terpengaruh oleh perbuatan buruk. Orang yang beritikad buruk akibatnya akan sampai pada keturunannya keburukan itu.).
“Atutuiwi anngolona atimmu; aja’ muammenasayangngi ri jae padammu rupa tau; nasaba’ mattentui iko matti’ nareweki jana; apa’ riturungenngngi ritu gau’ madecen’ngnge riati maja’e nade’sa nariturungeng ati madecengnge ri gau’ maja’e. Naiya tau maja kaleng atie lettu’ rimunri jana.”
(Jagalah arah hatimu; jangan menghajatkan yang buruk kepada sesamamu manusia, sebab pasti engkau kelak akan menerima akibatnya, karena perbuatan baik terpengaruh oleh perbuatan buruk. Orang yang beritikad buruk akibatnya akan sampai pada keturunannya keburukan itu.).
Kutipan Lontara’ di atas menitikberatkan
pentingnya seorang individu untuk memelihara arah hatinya. Manusia
dituntut untuk selalu berniat baik kepada sesama. Memelihara hati untuk
selalu berhati bersih kepada sesama manusia akan menuntun individu
tersebut memetik buah kebaikan.
Sebaliknya, individu yang berhati kotor, yaitu menghendaki keburukan terhadap sesama manusia, justru akan menerima akibat buruknya. Karena itu, tidak ada alasan bagi seorang individu untuk memikirkan hal-hal buruk terhadap sesama manusia.
3. MENGATUR EMOSI,
yaitu manusia tidak membiarkan dirinya digerakkan oleh nafsu-nafsu,
emosi-emosi, perasaan-perasaan, kecondongan-kecondongan, melainkan
diatur suatu toddo'(pedoman), yang memungkinkannya untuk menegakkan
harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian ia
tidak diombang-ambingkan oleh segala macam emosi, nafsu dan perasaan
dangkal. Jadi, pengembangan sikap-sikap itu membuat kepribadian manusia
menjadi lebih kuat, lebih otonom dan lebih mampu untuk menjalankan
tanggung jawabnya.
Dalam Lontara’ Latoa ditekankan bahwa
Ati Mapaccing (bawaan hati yang baik) menimbulkan perbuatan-perbuatan
yang baik pula, yang sekaligus menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
Dalam memperlakukan diri sebagai manusia, bawaan hati memegang peranan
yang amat penting. Bawaan hati yang baik mewujudkan kata-kata dan
perbuatan yang benar yang sekaligus dapat menimbulkan kewibawaan dan apa
yang diucapkan akan tepat pada tujuan dan sasarannya.
” eppa tanrana tomadeceng
kalawing ati, seuani, Passu’i ada napatuju, Matuoi ada nasitinaja,
Duppai ada napasau, nenniya Moloi ada napadapi “.
” ada empat tanda orang baik
bawaan hatinya, yaitu mengucapkan kata yang benar, menyebutkan kata yang
sewajarnya, menjawab dengan kata yang berwibawa, dan menjawab
kata/pertanyaan tepat sasaran “.
Di samping bawaan hati yang baik
dikalangan manusia Bugis, hati dan pikiran yang baikpun merupakan syarat
untuk menghasilkan kebaikan dalam kehidupan. ” jagai atimmu
riengkammu tudang ale-ale; jagai cigoro’mu riengkammu
rikanre-kanrengnge, jagai lilamu riengkammu siwollongmpollong “
” Jagalah hatimu ketika duduk dalam kesendirian; jagalah
tenggorokanmu ketika berhadapan dengan makanan; jaalah lidahmu ketika
berbicara di depan umum “.
Sumber : Teluk Bone
Sumber : Teluk Bone
0 Response to "Konsep Ati Mapaccing Ala Bugis"
Post a Comment